Dalam Artikel Tabayyun atau tatsabbut (cross check) Bimbel Jakarta Timur mencoba menjelaskan secara rinci dalam Al Qur'an dan Hadist Sahih.
Wahai orang- orang yang beriman jika ada seorang faasiq datangkepada kalian dengan membawa suatu berita penting maka tabayyunlah(telitilahdulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atasdasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuankalian.
َูุง ุฃََُّููุง ุงَّูุฐَِูู ุขู َُููุง ุฅِْู ุฌَุงุกَُูู ْ َูุงุณٌِู ุจَِูุจَุฅٍ َูุชَุจََُّูููุง ุฃَْู ุชُุตِูุจُูุง َْููู ًุง ุจِุฌََูุงَูุฉٍ َูุชُุตْุจِุญُูุง ุนََٰูู ู َุง َูุนَْูุชُู ْ َูุงุฏِู َِูู
[al-Hujurรขt/49:6].
MUQADDIMAH
Kehidupan bermasyarakat tidak lekang dari isu, gosip sampai adudomba antar manusia. Keadaan ini diperkeruh oleh adanya sekelompok masyarakat menjadikan gosip dan `aib serta `aurat (kehormatan) orang lain sebagaikomoditas perdagangan untuk meraup keuntungan dunia. Bahkan untuk tujuanpopularitas ada yang menjual gosip yang menyangkut diri dan keluarganya.
Perilaku gosip yang telah menjadi penyakit masyarakat ini tidak disadari oleh kebanyakan pecandunya, bahwasanya menyebarluaskan gosip ituibarat telah saling memakan daging bangkai saudaranya sendiri. Allah Ta’alamenggambarkan demikian itu ketika melarang kaum beriman saling ghibah(menggunjing), sebagaimana tersebut dalam al-Qur`รขn:
َูุง ุฃََُّููุง ุงَّูุฐَِูู ุขู
َُููุง ุงุฌْุชَِูุจُูุง َูุซِูุฑًุง ู
َِู ุงูุธَِّّูุฅَِّู ุจَุนْุถَ ุงูุธَِّّู ุฅِุซْู
ٌ ۖ ََููุง ุชَุฌَุณَّุณُูุง ََููุง َูุบْุชَุจْ ุจَุนْุถُُูู
ْุจَุนْุถًุง ۚ ุฃَُูุญِุจُّ ุฃَุญَุฏُُูู
ْ ุฃَْู َูุฃَُْูู َูุญْู
َ ุฃَุฎِِูู ู
َْูุชًุงََููุฑِْูุชُู
ُُูู ۚ َูุงุชَُّููุง ุงََّููู ۚ ุฅَِّู ุงََّููู ุชََّูุงุจٌ ุฑَุญِูู
ٌ
Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka,karena sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa. Jangan pula kalianmemata-matai dan saling menggunjing. Apakah di antara kalian ada yang sukamenyantap daging bangkai saudaranya sendiri? Sudah barang tentu kalian jijikpadanya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allaah Maha menerima taubatdan Maha Penyayang. [al-Hujurรขt/49:12].
Dari penyakit ini, syahwat akan meluas dan berkembang penyakitlain yang tidak kalah bahayanya, di antaranya kebiasaan berbohong, memutuskansilaturrahim, melakukan hajr (memboikot, mendiamkan), at-tahazzub(kekelompokan), al-walรข` dan al-barรข` (suka dan benci) yang tidak sesuaitempatnya, bahkan sampai bisa sampai pada tahapan saling membunuh. Na’รปdzubillรขhi min dzรขlik.
Penyakit menggungjing ini tidak akan terobati selama Al-Qur`รขnhanya diperlakukan sebagai sekedar ilmu pengetahuan yang dibaca dandikhutbahkan di mimbar- mimbar, dan tidak menjadikannya sebagai terapi. PadahalAllah Ta`ala berfirman:
ََُูููุฒُِّู ู
َِู ุงُْููุฑْุขِู ู
َุง َُูู ุดَِูุงุกٌ َูุฑَุญْู
َุฉٌِْููู
ُุคْู
َِِููู
Dan kami turunkan Al-Qur`รขn sebagai obat dan rahmah bagi kaumberiman. [al-Isrรข`/17:82].
Allah Ta`ala juga berfirman:
ุฅَِّู َٰูุฐَุง ุงُْููุฑْุขَู َْููุฏِู َِّููุชِู َِูู ุฃََْููู
ُ
Sesungguhnya Al-Qur`รขn ini membimbing ke jalan yang paling lurus.[al-Isrรข`/17:9]
Terapi dari Al-Qur`รขn dengan satu kata inti, yaitu tabayyun. AllahTa’ala telah menyebutkannya dalam surat al-Hujurรขt/49 ayat 6 ini, dan insyaaAllaah, akan dilakukan pembahasan yang ditinjau dari tiga sisi. Wallรขhul-Muwaffiq.
SABABUN- NUZรL
Al-Hรขfizh Ibnu Katsรฎr menyatakan, ayat ini dilatarbelakangi olehsuatu kasus sebagaimana diriwayatkan dari banyak jalur. Yang terbaik, ialahdari Imam Ahmad dalam Musnad-nya, dari jalur kepala suku Banil-Mushthaliq,yaitu al-Hรขrits ibnu Dhirรขr al-Khuzรข`i, ayah dari Juwairiyah bintil-HรขritsUmmil-Mu`minรฎn Radhiyallahu anhuma.
Al-Imam Ahmad rahimahullah berkata : “Kami diberithu oleh Muhammadibnu Sรขbiq, beliau berkata : aku diberithu ‘รsรข ibnu Dรฎnรขr, beliau berkata :aku diberithu oleh ayahku, bahwa beliau mendengar langsung penuturan al-Hรขritsibnu Dhirรขr al-Khuzรข`i Radhiyallahu anhu :
Al-Hรขrits mengatakan: “Aku mendatangi Rasรปlillรขh Shallallahu‘alaihi wa sallam . Beliau mengajakku ke dalam Islam, akupun menyetujuinya. Akukatakan: ‘Wahai, Rasรปlullรขh. Aku akan pulang untuk mengajak mereka berislam,juga berzakat. Siapa yang menerima, aku kumpulkan zakatnya, dan silahkan kirimutusan kepadaku pada saat ini dan itu, agar membawa zakat yang telahkukumpulkan itu kepadamu’.”
Setelah ia mengumpulkan zakat tersebut dari orang yang menerimadakwahnya, dan sampailah pula pada tempo yang diinginkan Rasรปlillรขh Shallallahu‘alaihi wa sallam , ternyata utusan tersebut menahan diri dan tidak datang.Sementara itu al-Hรขrits mengira bahwa Allah dan Rasul-Nya marah, maka ia punsegera mengumpulkan kaumnya yang kaya dan mengumumkan: “Dulu RasรปlullรขhShallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menentukan waktu untuk memerintahkanutusannya agar mengambil zakat yang ada padaku, sedangkan menyelisihi janjibukanlah kebiasaan Rasรปlullรขh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tidak mungkinutusannya ditahan, kecuali karena adanya kemarahan Allah dan Rasรปl-Nya. Makadari itu, mari kita mendatangi Rasรปlullรขh Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
Sebenarnya Rasรปlullรขh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengutusal-Walรฎd ibnu `Uqbah kepada al-Hรขrits untuk mengambil zakat tersebut, tetapi ditengah jalan, al-Walรฎd ketakutan, sehingga ia pun kembalilah kepada RasรปlillรขhShallallahu ‘alaihi wa sallam sembari mengatakan: “Wahai, Rasรปlallรขh! Al-Hรขritsmenolak menyerahkan zakatnya, bahkan hendak membunuhku,” maka marahlahRasรปlullรขh Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengutus pasukan kepadaal-Hรขrits. Sementara itu, al-Hรขrits telah berangkat bersama kaumnya.
Tatkala pasukan berangkat dan meninggalkan Madinah, bertemulah al-Hรขritsdengan mereka, kemudian terjadilah dialog:
Pasukan itu berkata: “Ini dia al-Hรขrits”.
Setelah al-Hรขrits mengenali mereka, ia pun berkata: “Kepada siapakalian diutus?”
Mereka menjawab: “Kepadamu”.
Dia bertanya: “Untuk apa?”
Mereka menjawab: “Sesungguhnya Rasรปlullรขh Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengutus al-Walรฎd ibnu `Uqbah, dan ia melaporkan bahwa engkaumenolak membayar zakat, bahkan ingin membunuhnya”.
Al-Hรขrits menyahut: “Tidak benar itu. Demi Allah yang telahmengutus Muhammad dengan sesungguhnya; aku tidak pernah melihatnya sama sekali,apalagi datang kepadaku”.
Setelah al-Hรขrits menghadap, Rasรปlullรขh Shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: “(Benarkah) engkau menolak membayar zakat dan bahkan inginmembunuh utusanku?”
Al-Hรขrits menjawab: “Itu tidak benar. Demi Allah yang mengutusmudengan sesungguhnya, aku tidak pernah melihatnya dan tidak pula datangkepadaku. Juga, tidaklah aku berangkat kecuali setelah nyata ketidakhadiranutusanmu. Aku justru khawatir jika ia tidak datang karena adanya kemarahanAllah dan Rasul-Nya yang lalu,” maka turunlah ayat dalam surat al-Hujurรขt: [1]
َูุง ุฃََُّููุง ุงَّูุฐَِูู ุขู
َُููุง ุฅِْู ุฌَุงุกَُูู
ْ َูุงุณٌِู ุจَِูุจَุฅٍَูุชَุจََُّูููุง
TAFSIR PER KALIMAT
1. ูุง ุฃّููุง ุงّูุฐูู ุขู
ููุง (wahai orang- orang yang beriman).
Ayat ini diawali dengan seruan kepada ahlul-รฎmรขn. Disamping kasusini terjadi di antara kaum beriman seperti yang kami paparkan di atas, jugakarena berkaitan dengan perintah yang tidak sah dilaksanakan kecuali oleh orangyang beriman. Ayat ini, sekaligus menunjukkan bahwa penyelewengan terhadapperintah ini dapat mengurangi kadar keimanan seseorang. Oleh karena itu, marikita mempersiapkan telinga dan hati, seraya memohon kepada Allah agarmelapangkan dada kita dengan nasihat ayat ini.
2. ุฅِْู ุฌَุงุกَُูู
ْ َูุงุณٌِู ุจَِูุจَุฅٍ َูุชَุจََُّูููุง (jika ada orangfรขsiq yang datang kepadamu dengan membawa berita penting).
An-Naba`, artinya isu (kabar) penting. Adapun orang faasiq, ialahpelaku fusuuq, yaitu orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah. Setiapkemaksiatan adalah fusuuq. Karena itu, faasiq diklasifikasikan menjadi duamacam, yaitu fรขsiq besar dan fรขsiq kecil.
Fรขsiq besar, identik dengan kufur besar, yang mengeluarkanpelakunya dari agama Islam. Dinyatakan oleh Allaah Ta’ala dalam banyak ayatal-Qur`รขn:
ุฅَِّู ุงْูู
َُูุงَِِูููู ُูู
ُ ุงَْููุงุณَُِููู
Sesungguhnya orang-orang munaafik itulah orang-orang yang fรขsiq.[at-Taubah/9:67].
Kita juga mengetahui, kemunafikan kaum munafikin pada zaman NabiShallallahu ‘alaihi wa sallam yang sering disebutkan dalam Al-Qur`รขn ialahkemunafikan i’tiqรขdi (besar). Begitu pula tentang Fir’aun dan para pengikutnya:
ุฅَُِّููู
ْ َูุงُููุง َْููู
ًุง َูุงุณَِِููู
Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fรขsiq. [al-Qashash/28:32].
Kefรขsikan kecil, identik dengan dosa besar yang tidak mengeluarkanpelakunya dari agama Islam. Seperti berbohong, mengadu domba, memutuskanperkara tanpa melakukan tabayyun (penelitian terhadap kebenaran beritanya)terlebih dahulu. Hal ini banyak pula disebutkan Allah, di antaranya padaayat-ayat berikut.
ََููุง ُูุถَุงุฑَّ َูุงุชِุจٌ ََููุง ุดَِููุฏٌ ۚ َูุฅِْู ุชَْูุนَُููุง َูุฅَُُِّูููุณٌُูู ุจُِูู
ْ
Dan janganlah pencatat maupun saksi (hutang-piutang) itumencelakakan. Dan jika kalian lakukan itu, maka itu menjerumuskan kalian dalamkefasikan. [al-Baqarah/2:282].
َูู
َْู َูุฑَุถَ َِِّูููู ุงْูุญَุฌَّ ََููุง ุฑََูุซَ ََููุง ُูุณَُูู ََููุงุฌِุฏَุงَู ِูู ุงْูุญَุฌِّ
Maka barang siapa yang telah menentukan pada bulan- bulan tersebutuntuk berhajji, maka janganlah rafats, jangan pula melakukan fusรปq, jangan pulaberdebat pada saat berhaji. [al-Baqarah/2:197].
Dalam menafsirkan kata (fusรปq) dalam ayat di atas, para ulamamengatakan, yaitu perbuatan maksiat [2]. Dan kefasikan yang dilakukan olehshahรขbi (sahabat) dalam sababun-nuzรปl ayat ini, yaitu kebohongannya dalammenyampaikan berita.
Imam Al-Qurthubi[3] berkata: “Al-Walรฎd dinyatakan fรขsiq, artinyaberbohong”.[4]
Sehingga, dampak dari indikasi fรขsiq menunjukkan bahwa apabilakebohongan saja yang merupakan kefasikan kecil sudah mengharuskan kitamewaspadai serta perlu untuk tabayyun, maka apalagi jika perbuatan itumerupakan fรขsiq besar.
3. ูุชุจّูููุง (maka telitilah dulu).
Ada dua qirรข`ah pada kalimat ini. Jumhรปr al-Qurrรข membacanya“fatabayyanรป”, sedangkan al-Kissรข`i dan para qurrรข` Madinah membacanya“fatatsabbatรป”.[5] Keduanya benar dan memiliki makna yang sama.[6]
Tentang kalimat ini, ath-Thabari memaknainya: “Endapkanlah dulusampai kalian mengetahui kebenarannya, jangan terburu-buru menerimanya ….”[7]
Syaikh al-Jazรข`iri mengatakan, artinya, telitilah kembali sebelumkalian berkata, berbuat atau memvonis.[8]
4. ุฃู ุชุตูุจูุง ููู
ุง ุจุฌูุงูุฉ (agar jangan sampai kalian menimpakansuatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan).
Keterkaitan makna antara ketidaktahuan dengan kesalahan sangaterat, sehingga kata “jahรขlah” dimaknai kesalahan.
Imam Al-Qurthubi mengatakan, “bi jahรขlah,” maksudnya ialah secarasalah.[9] Adapun kesalahan yang terus dibela serta dicari-cari pembenarannyadengan berbagai dalih, maka demikian ini merupakan sifat dan kebiasaan kaumNashara, sehingga Allah Ta’ala menyebut mereka dengan azh-zhรขllรฎn. Yaituorang-orang yang tersesat sebagaimana disebutkan dalam suurat al-Fรขtihah.
Penjelasan dari satu pihak yang mengadu tanpa tabayyun kepada yangdiadukan, dapat menyebabkan keruhnya pandangan kita terhadap seseorang yangasalnya bersih, sehingga kita berburuk sangka kepadanya, enggan bertemu danbahkan memboikotnya, dan akibat yang ditimbulkannyapun meluas. Jika dalamperdagangan bisa menurunkan omzet, dalam pergaulan menurunkan simpati, dalamdakwah menjadikan ummat tidak mau menerima nasihat dan pelajaran yangdisampaikannya, bahkan bisa sampai pada anggapan bahwa semua yang diajarkannyadianggap tidak benar. Jika demikian, maka yang mendapat kerugian ialah ummat.
5. َูุชُุตْุจِุญُูุง ุนََٰูู ู
َุง َูุนَْูุชُู
ْ َูุงุฏِู
َِูู (kemudian kalianmenyesal atas perlakuan kalian).
Allah Ta’ala menyebutkan penyesalan ini akan menimpa seseorangyang salah dalam menjatuhkan keputusan karena memandang suatu masalah (perkara)tanpa tabayyun, dan bukan dari orang yang diisukan negatif. Karena yangmemvonis ini telah berbuat zhalim. Sedangkan yang tertuduh tanpa bukti, iaberarti mazhlรปm (terzhalimi). Padahal Rasรปlillรขh Shallallahu ‘alaihi wa sallampernah bersabda kepada Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu :
َูุงุชَِّู ุฏَุนَْูุฉَ ุงْูู
َุธُْْููู
ِ َูุฅَُِّูู َْููุณَ ุจَََْูููุงَูุจََْูู ุงِููู ุญِุฌَุงุจٌ
Dan hindarilah doa orang yang terzhalimi. Sesungguhnya tidak adatabir penghalang antara doa orang yang terzhalimi dengan Allah.[10]
ANTARA KEUMUMAN LAFAZH DAN KEKHUSUSAN SEBAB DALAM AYAT INI
Merupakan kaidah pokok di kalangan ahli tafsir, bahwa:
ุงูุนุจุฑุฉ ุจุนู
ูู
ุงูููุธ ูุง ุจุฎุตูุต ุงูุณุจุจ
(yang menjadi patokan adalah keumuman indikasi lafazhnya, bukankekhususan sebabnya).[11]
Kaidah ini mengajarkan kepada kita, bahwa dalil-dalil yang berlatarbelakang kasus tertentu, tidak hanya berlaku untuk kasus tersebut pada waktuitu saja. Tetapi juga berlaku terhadap kasus sejenis pada masa sesudahnya,bahkan kasus-kasus yang tercakup dalam keumuman lafazh tersebut. Dan tentunya,kasus yang sejenis menempati peringkat utama terhadap pemberlakuan ayattersebut.
Oleh karena itu, dalam ayat ini terdapat dua pedoman.
1. Kasus khusus, yaitu tentang kebohongan al-Walรฎd dan sunnahtabayyun dari Rasรปlillรขh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Jika tidak melakukan tabayyun,bisa berakibat vonis murtad, peperangan dan pembunuhan.
2. Indikasi umum yang terkandung dalam dua kata bernada muthlak,yaitu “fรขsiq”, dan “naba`”.
Fรขsiq, ini berkaitan dengan kualitas pembawa berita. Dalam istilahahli hadits disebut “rijรขl” atau “sanad”. Sedangkan “naba`” yang berartimasalah penting, dan dalam istilah ahli hadits disebut matan (substansiberita).
Pada poin ini, kesalahan sebagian orang ialah menyempitkan maknaayat ini dengan mengatakan, jika yang membawa isu (kabar) tersebut atau bahkanyang memberi vonis tersebut seorang ustadz, maka sudah pasti benar, karena ia(ustadz itu) orang shรขlih. Sebaliknya, apabila –ternyata- vonis ustadz tersebutsalah, karena berdasarkan persangkaan tanpa tabayyun, apakah kita akanmenyematkan pada ustadz tersebut sebagai “fรขsiq”?
Tatkala Penulis bertanya tentang hal ini kepada al-‘Allรขmah Syaikh‘Ali Hasan al-Halabi – hafizhahullรขh- beliau menjawab dengan tegas: “Engkauperhatikan sabab nuzรปl ayat tersebut. Bukankah turun berkenaan tentang shahรขbi(sahabat Nabi)?”
Maksud beliau –hafizhahullรขh-, bahwasanya shahรขbi sudah tentu‘รขdil (legitimate), bahkan ta`dรฎl (legitimasi) para sahabat dari Allah ialah “radhiyallรขhu’anhumwaradhรป ‘anhu”. Artinya, Allah telah meridhai mereka, dan mereka punmeridhai-Nya.
Kurang legitimate apa shahรขbi? Tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tetap menyuruh Khรขlid ibnul-Walรฎd agar melakukan tabayyun atau tatsabbut(cross check), karena pengaduan al-Walรฎd ini akan berakibat fatal. Kasus inilebih utama dalam penerapan ayat di atas dari pada keumuman lafazh.
Kesimpulan yang bisa diambil dari ayat ini sebagai berikut.
1. Ayat ini merupakan pelajaran adab bagi orang beriman dalammenghadapi suatu isu atau berita yang belum jelas.
2. Pelaksanaan perintah tabayyun, merupakan ibaadah yang dapatmeningkatkan iman. Dan meninggalkan tabayyun dapat mengurangi iman.
3. Kewajiban tabayyun dibebankan kepada orang yang menerima kabarberita dan akan menjatuhkan vonis terhadap pihak yang tertuduh.
4. Dilanggarnya perintah tabayyun, dapat berdampat pada kerusakanhubungan pribadi dan masyarakat.
5. Penyesalan di dunia maupun akhirat akan ditimpakan kepada orangyang menerima isu negatif, menyebarkannya, serta kepada orang yang menjatuhkanvonis tanpa melakukan tabayyun terlebih dahulu.
Demikian, tafsir ringkas ini. Semoga Allah Azza wa Jallamemuliakan kita dengan hidรขyatut-taufรฎq, sehingga kita berlapang dada dengannasihat ini. Wa รขkhiru da’wรขnรข, ‘anil-hamdu lillรขhi Rabbil ‘รขlamรฎn.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XIII/1430H/2009M.Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 SelokatonGondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Tafsรฎr al-Qur`รขnil- ‘Azhรฎm, Ibnu Katsiir, Maktabah ash-Shafรข,Kairo, Mesir, Cetakan I, Tahun 1425/2004, (7/248).
[2]. Kitรขbul-Iimaan, Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah, hlm 278. KitabTauhรฎd, Dr. Shรขlih al-Fauzรขn, Jilid 3, hlm. 26.
[3]. Al-Imรขm Abu `Abdillรขh, Muhammad ibnu Ahmad al-Anshรขrial-Qurthubi.
[4]. Al-Jรขmi’ li Ahkรขmil-Qur`รขn, Dรขrul-Kutub al-‘Ilmiyyah,Beiruut, Libanon, 16/205.
[5]. Al-Jรขmi’ li Ahkรขmil-Qur`รขn, 1/ 205. Jรขmi’ul-Bayรขn fรฎTa`wรฎlil-Qur`รขn, 11/383.
[6]. Jรขmi’ul-Bayรขn fรฎ Ta`wรฎlil-Qur`รขn, 11/383.
[7]. Ibid.
[8]. Aysarut-Tafรขsiir, Maktabtul-Ulรปm wal-Hikam, MadinahNabawiyyah, Cetakan ke-6, Tahun 1423 H/ 2003 M, hlm. 1259.
[9]. Jรขmi’ul-Bayรขn fรฎ Ta`wรฎlil-Qur`รขn, 11/ 383.
[10]. Shahรฎh al-Bukhรขri, al-Mazhรขlim (9, 3/99).
[11]. Al-Burhรขn fรฎ ‘Ulรปmil-Qur’รขn, az-Zarkasyi, MaktabahDรขrit-Turรขts, Kairo, 1/32
Sumber: https://almanhaj.or.id/3445-mengapa-mesti-tabayyun.html
Post a Comment